Merefleksi pertanyaan awal rasanya kita harus berkaca seterang-terangnya sambil merenungi sedalam-dalamnya. Rasanya bulan yang mampu mengkonversi tiap gerak kita menjadi ibadah ini belum betul-betul maksimal dan total kita melakukan segenap ritual ibadah didalamnya. Puasa saja, yang merupakan kurikulum standar dan mata pelajaran utama dalam sekolah Ramadhan masih belum tembus nilai-nilainya terhadap rasa menahan kita terhadap segala dominasi nafsu dalam jiwa. Puasa melatih disiplin dan konsisten, di siang hari perkara-perkara halal yang biasa kita jalani setiap hari dilarang dalam konteks diatur jadwalnya menjadi malam hari sebagai proses pendisiplinan diri. Apalagi perkara-perkara yang jelas haram dan bukan menjadi hak kita, seharusnya puasa yang kita lakukan ini betul-betul melatih kita terbiasa menghindari sikap rakus terhadap perkara halal apalagi haram.
Maka implementasi mengenai puasa setelah Ramadhan akan diukur dengan ukuran mampukan setelah Ramadhan pergi perut kita tetap terjaga dari perkara-perkara yang tidak haq, tangan kita tahan terhadap perkara yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, begitupun lisan, mata, kaki hati dan jiwa akankah tetap berpuasa setelah Ramadhan akan benar-benar pergi meninggalkan kita semua. Jangan sampai justru sebaliknya, puasa kita sama seperti puasanya ular, baik dalam pra-puasa maupun pasca-puasa tetap menunjukan jati dirinya sebagai ular yang tetap tamak dan rakus terhadap ‘mangsa’. Seharusnya kita belajar dari ulat, makhluk yang dilabel merusak dan mengganggu mencoba belajar dan memperbaiki diri dengan berpuasa dari makan, minum dan kawin sehingga lahir makhluk baru hasil transformasi puasa ala ulat tersebut (kepompong) menjadi kupu-kupu yang indah dan sedap dipandang, ringan ketika hinggap dimanapun dan membawa manfaat untuk siapapun. snapsex
Narasi lainya tidak jauh berbeda, sebagai contoh ketika seseorang bersekolah, mondok ataupun kuliah ukuran berhasil atau tidaknya program pendidikannya akan terlihat justru setelah sesorang tersebut lulus dan menjadi alumni. Mampukah apa-apa saja yang didapatkan selama sekolah itu diaplikasikan di dunia sesungguhnya dan membawa manfaat untuk banyak orang. Atau sebaliknya, justru ketika lulus justru kemudharatan semakin banyak dibuatnya. Begitu pula puasa, keberhasilan setiap orang yang menjalani Ramadhan akan diukur setelah Ramadhan selesai, adakah perubahan dalam diri dan amal pasca-Ramadhan atau statis tak meningkat atau malah justru Ramadhan berakhir, berakhir pula semua aktifitas ibadah yang selama ini dibanggakan di Ramadhan.
Kita harus hati-hati dan mengoreksi tiap langkah kita sebab pertanyaan kedua akan selalu membayangi, akankah tahun yang akan datang Ramadhan masih bisa kita nikmati. Atau justru jadwal mudik kita kepada Allah Ta’ala akan datang jauh lebih cepat ketimbang Ramadhan tahun depan. Maka, solusi terbaik adalah dengan memaksimalkan sisa-sisa injury time Ramadhan ini dengan totalitas ibadah bukan justru terbuai dengan manisnya pernak-pernik Lebaran, ditambah dengan berdoa’a selalu kepada Allah Ta’ala agar menerima seluruh upaya ikhtiar ibadah kita dan mempertemukan kita kembali dengan Ramadhan tahun depan.