Ketika memasuki bulan Muharram, seperti biasa pondok sudah mengagendakan berbagai kegiatan seperti pawai obor, menempel jajan-jajan dan makanan ringan di dinding masjid untuk diambil atau dibagikan setelah pembacaan maulid dan sholawat, menganjurkan seluruh santri untuk berpuasa tasu’a dan assyura pada tanggal 9 dan 10 Muharram lalu berbuka puasa bersama pada sore harinya, membagikan bubur assyura dan mengadakan santunan bagi santri-santri yatim.
Tahun baru Hijriyah kali ini, para santri menyambut bulan Muharram dengan penuh sukacita. Pawai obor dan kegiatan-kegiatan Muharram menjadi hiburan tersendiri bagi santri. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, seluruh santri berkeliling kampung di sekitar pondok tidak lupa sembari melantunkan sholawat dengan penuh semangat. Barisan santri berpakaian rapi dengan obor yang mereka genggam menciptakan pemandangan yang saying untuk dilewatkan.
Terlepas dari berbagai perayaan dalam menyambut bulan Muharram, terdapat banyak kisah dan kejadian luar biasa di dalamnya. Dalam acara santunan anak yatim dan pembacaan maulid yang dilaksanakan di Masjid Shalahuddin Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 Senin, 08 Agustus 2022 lalu, Ayahanda KH. Muhammad Ulil Abshor al-Hafidz, Lc menceritakan sejarah singkat tentang puasa tasu’a dan assyura yakni tentang kebiasaan kaum Yahudi yang berpuasa pada 10 Muharram. Menanggapi hal tersebut, Rasulullah menyampaikan bahwa apabila ada yang paling berhak untuk bersyukur kepada Allah, maka umat Muslimlah yang paling berhak. Maka Rasulullah memerintahkan untuk menyelisihi kaum Yahudi dengan cara berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram yakni yang dikenal dengan puasa tasu’a dan assyura.
Selain itu, Ayahanda juga menjelaskan bahwa banyak kejadian luar biasa yang terjadi pada 10 Muharram, di antaranya penciptaan Nabi Adam a.s, diterimanya taubat Nabi Adam a.s, didinginkannya api yang membakar Nabi Ibrahim a.s, dan diselamatkannya Nabi Yunus a.s dari perut ikan. Selain kejadian luar biasa tersebut, Ayahanda juga menceritakan sebuah kisah tentang keistimewaan umat Nabi Muhammad saw. Suatu ketika, Nabi Adam berkata, “Ketika aku berbuat dosa, taubatku diterima oleh Allah di kota Mekah, sedangkan umat Muhammad melakukan maksiat dimana pun dan mereka bertaubat dimana saja, taubatnya diterima oleh Allah. Aku bermaksiat kepada Allah dalam keadaan berpakaian, lalu pakaianku terlepas karena bermaksiat kepada Allah, sedangkan umatnya Muhammad bermaksiat dan mereka tetap dalam keadaan berpakaian. Tatkala aku bermaksiat, aku dipisahkan dengan istriku, sedangkan umat Muhammad ketika bermaksiat mereka tidak dipisahkan dari istri-istrinya. Tatkala aku bermaksiat, aku dikeluarkan dari surga, sedangkan umat Muhammad, mereka bermaksiat dari luar surga tapi dengan perantara maksiatnya lalu mereka bertaubat, mereka dimasukkan ke dalam surga.”
Wallahu a’lam bisshawab…