Selama tiga hari, terhitung dari Sabtu-Senin, 19-21 Februari 2022. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 Tangerang sibuk luar biasa, pasalnya selama tiga hari tersebut diselenggarakan rangkaian peringatan 99 Tahun Hari Lahir Nahdhatul Ulama Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama Kota Tangerang dengan tema besar, Menyongsong 100 Tahun Nahdhatul Ulama, Merawat Jagad Membangun Peradaban.
Sudah hampir setahun negeri kita dilanda pandemi Covid-19 berkepanjangan dan lebih dari setahun jika melihat secara global keseluruhan. Bukan mereda justru bertambah tinggi angka terkonfirmasi positifnya setiap hari. Pesantren sebagai lembaga pendidikan boarding school juga merupakan salah satu sektor pendidikan yang terdampak imbas pandemic Covid-19. Setahun lamanya sekolah libur berganti dengan sistem PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang efektivitasnya jauh dari harapan. Pesantren pada posisi ini sungguh simalakama, di satu sisi pesantren tidak bisa menerapkan sistem demikian secara berkepanjangan sebab di tubuh pesantren, pelajaran bukan hanya soal pengajaran tapi juga soal pendidikan yang tidak bisa dikejar hanya dengan saling ebrtatap layar dari jauh antara guru dan murid atau santri dengan ustaz. Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan role model dengan contoh nyata guru/ustaz/kyai sebagai pemegang kendali pendidikan yang perannya tidak bisa ter-wahsilah-kan dengan media daring.
Sisi lainnya, jika pesantren memaksakan tetap melaksanakan pendidikan sesuai kurikulum pesantren, seolah semua mata tertuju kepada pesantren. Pesantren dianggap lamban dalam hal penanganan pandemi dengan berkaca pada beberapa pondok pesantren yang menjadi klaster penyebaran Covid-19. Stereotip ini tidak sepenuhnya benar dan kami menyangkal bahwa pesantren lamban dalam upaya pencegahan pandemi Covid-19. Kita tidak berkaca jauh-jauh dan menilai pesantren lain, cukup melihat dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 Tangerang. Satu hal yang perlu kita sadari bersama sebelum tulisan ini menggambarkan upaya maksimal Pesantren khususnya Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 dalam melawan penyebaran Covid-19. Adalah bahwasanya virus ini tidak pandang bulu dan tempat dalam penyebarannya, terkadang orang, tempat atau lingkungan yang sudah dianggap paling disiplin sekalipun dalam menjalankan upaya pencegahan, pada faktanya tetap dapat ditembus oleh penyebaran virus ini.
Sedari awal virus mulai menunjukkan dominasinya di Indonesia, buru-buru saja pengasuh dan pimpinan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah mengadakan rapat terbatas menyikapi hal-hal tanggap darurat yang perlu dilakukan dalam menyikapi hal tersebut. Hasilnya dengan berat hati, seluruh santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 Tangerang dipulangkan tanpa terkecuali, sebab kesehatan para santri, kyai dan guru adalah prioritas yang paling utama. Pahit harus ditanggung, terutama melihat kelas akhir yang semua program akademiknya baik formal maupun kepesantrenan terganggu, tapi apa boleh dikata, pandemi betul-betul memisahkan seluruh keluarga pesantren yang paling antipati dengan kata berpisah, berjarak dan saling menjauh.
Enam bulan kurang lebih Asshiddiqiyah 2 mengoptimalkan pembelajaran daring atau PJJ baik formal, kitab, Al-Qur’an dan kepesantrenan lainnga. Satu dua bulan santri terbiasa dan pembelajaran kondusif, semakin berjalan waktu kegamangan dan kebosanan melanda. Semakin lama rasanya efektivitas sistem ini akan perlahan turun sampai ke angka paling bawah.
Melihat itu, kembali pengasuh dan dewan pimpinan berembuk menentukan yang terbaij untuk seluruh keluarga Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 Tangerang. Langkah nekatpun diambil, santri kembali ke pesantren. Tentu bukan tanpa risiko dan tantangan, yang mula-mula disiapkan adalah mematangkan Tim Satuan Tugas (Gugus Tugas) pencegahan Covid-19 yang meliputi seluruh keluarga dan civitas akademika pesantren dengan job description yang juga di-upgrade agar lebih tanggap dalam rangka pencegahan penularan virus.
Berbagai langkah diambil, berbagai opsi dipertimbangakan, mulai dari sikap demokratis pesantren yang mempersilakan wali santri untuk memilih kembali mengantarkan putra-putrinya ke pesantren atau jika masih khawatir boleh memilih untuk melaksanakan pembelajaran dari rumah tentu dengan ketentuan yang disepakati bersama. Upaya lain seperti syarat Rapid Test, karantina lokal total pesantren selama dua pecan dan pembatasan kegiatan ketika santri masuk diupayakan dalam mengejar ikhtiar terebut. Hal-hal lain yang cukup beratpun terpaksa dilakukan seperti larangan wali santri menjenguk putra-putrinya, penghapusan liburan akhir tahun dan pembatsan mobilisasi keluar-masuk pesantren secara massif dilakukan. Selain upaya penegakkan protokol kesehatan seperti pengurangan kapasitas kamar, pembatasan kegiatan santri, upgrade gizi dan asupan santri, penambahan tempat cucui tangan, kampanye memakai masker, pola hidup sehat dan bersih, rutinitas jemur dan olahraga serta adaptasi kebiasaan baru yang nampaknya sekarang mulai menjadi kebiasaan santri walau sudah jenuh terus diupayakan sebagai ikthtiar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Ikhtiar batin juga tidak kalah seriusnya dilakukan Pesantren, wiridan rutin, khataman Al-Qur’an sampai khataman Kitab Sahih Bukhari menjadi wujud perang nyata terhadap pandemi dengan cara melobi langsung ke arah langit.
Itu semua semata dilakukan agar kriteria yang diharapkan dan ideal bagi sebuah lembaga pendidikan dengan konsentrasi massa yang banyak tetap dapat berjalan dan santri tetap khusyu’ dalam belajar, ibadah dan mengaji. Ikhtiar tersebut ke depan akan tetap dijaga dan dipertahankan selama kondisi belum menunjukkan arah perbaikan demi kesehatan yang menjadi prioritas kita semua terutama keluarga Besar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 Tangerang. Mudah-mudahan upaya tanggap yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 2 ini senantiasa diberikan kekuatan dan istikamah sehingga santri dan seluruh keluarga besar pesantren senantiasa dalam keadaan sehat dan kegiatan dapat berjalan sesuai apa yang diharapkan
© Copyright 2021 Asshiddiqiyah 2 Tangerang